Redesigned New Model with an Old Logic

 

72 tahun sudah umur Imigrasi Indonesia, yang bisa jadi belum juga mencapai kematangan dalam berorganisasi. Kematangan organisasi adalah alat ukur untuk menilai kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan lingkungan, belajar, memperbaiki performa hasil, ekonomi dan sosial

Bagaimana model keimigrasian menurut UU No 6 Tahun 2011? Bagaimana Struktur Organisasi yang Efektif berdasarkan model keimigrasian yang disusun? Bagaimana menerjemahkan model keimigrasian ke dalam Struktur Penganggaran?

Perlu disusun model keimigrasian yang dapat menjelaskan bisnis proses utama Imigrasi Indonesia sehingga dimungkinkan untuk disusun Struktur Organisasi dan struktur Penganggaran yang efektif.

 

Model Hal Ihwal Lalulintas Orang Masuk dan Keluar Wilayah Indonesia

Keimigrasian   merupakan fungsi dari hal ihwal lalulintas orang masuk dan keluar wilayah indonesia, atau  y=f(x) dimana x adalah hal ihwal lalulintas orang masuk dan keluar wilayah indonesia. Untuk membatasi pembahasan dalam model keimigrasian ini, asumsi yang diambil adalah bahwa “pengawasannya” di asumsikan ceteris paribus. Asumsi ini diambil agar pembahasan model tidak terperangkap dalam perdebatan antara fungsi intelijen dan pengawasan. Fungsi ini penting untuk dibahas secara terpisah, agar bisa menangkap esensi dari kalimat “beserta pengawasannya”.

Berdasarkan definisi, bisnis proses yang dapat diidentifikasi dengan mudah adalah suatu proses di dalam situasi orang masuk dan keluar wilayah Indonesia. Situasi ini, memiliki kepastian yang tinggi terjadi di perbatasan wilayah Indonesia dengan negara lain. Menurut UU no 6 tahun 2011 pasal 3, fungsi Keimigrasian di sepanjang garis perbatasan Wilayah Indonesia dilaksanakan oleh Pejabat Imigrasi yang meliputi Tempat Pemeriksaan Imigrasi dan pos lintas batas. Namun, untuk lebih mempertajam kesepahaman mengenai perbatasan dalam model ini, agar tidak melebar ke dalam fungsi dari tentara nasional indonesia yang menjaga pertahanan, ruang lingkup perbatasan akan didefinisikan sebagai tempat-tempat yang ditetapkan sebagai tempat masuk dan keluar wilayah Indonesia.

Berdasarkan definisi dari Undang-undang no 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, tempat dimaksud disebut dengan Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau TPI[1]. Proses yang terjadi di dalam TPI ini adalah pemeriksaan terhadap persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk masuk dan keluar wilayah Indonesia atau secara ringkasnya proses tersebut dinamakan pemeriksaan keimigrasian[2]. Sehingga fungsi keimigrasian menjadi:

y=x_1

Dimana:

 


tempat untuk melakukan pemeriksaan keimigrasian berdasarkan UU Keimigrasian dimungkinkan untuk dilakukan di Bandar Udara, pelabuhan laut, pelabuhan di sungai perbatasan, dan pos lintas batas. Keputusan Menteri Hukum dan HAM, kemudian ada yang menyebut sebagian dari tempat pemeriksaan tersebut sebagai pos lintas batas tradisional dan pos lintas batas internasional. Meskipun penjelasan lebih lanjut masih diperlukan mengenai perbedaan dari makna tradisional dan internasional tersebut, sementara melintasi batas negara merupakan salah satu bentuk atribut dari internasional, namun penamaan tersebut secara fakta tersedia. Untuk lebih melengkapi kerumitan dari identitas tempat pemeriksaan keimigrasian ini, beberapa instansi memberikan penamaan terhadap beberapa pos perbatasan sebagai Pos Lintas Batas Negara (PLBN). PLBN yang dimaksud bukan hanya berada di perbatasan darat seperti pemahaman umum, tetapi ada juga PLBN yang merupakan perbatasan laut seperti PLBN Serasan dan PLBN Sei Nyamuk.

Atas nama penyederhanaan, model ini akan menjabarkan TPI berdasarkan lokasi tempat pemeriksaan keimigrasian yang secara geografis menjadi: TPI Udara, TPI Darat dan TPI Perairan. Dimana TPI Perairan merupakan bentuk kategorisasi dari Pelabuhan laut dan pelabuhan sungai. PLBN, PLB internasional, PLB tradisional atau bentuk-bentuk lain penamaan tempat yang merupakan pintu masuk dan keluar wilayah Indonesia akan disesuaikan dengan 3 (tiga) variabel penamaan TPI tersebut. Penyederhanaan ini memungkinkan level fleksibilitas yang cukup terhadap kemungkinan variasi dari penamaan di kemudian hari oleh instansi Imigrasi maupun instansi lainnya. Sebagai tambahan dari tempat-tempat tersebut, terdapat identifikasi tempat lainnya  sebagai tempat pemeriksaan keimigrasian yang tercantum dalam UU Keimigrasian. Tempat lainnya tersebut dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan keimigrasian yang dilaksanakan di atas alat angkut, pelabuhan khusus yang sifatnya insidental, atau tempat lainnya berdasarkan persetujuan.

Secara definisi, fungsi x atau  yang dilakukan dengan  berdasarkan waktunya dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu: ketika orang masuk wilayah Indonesia dan ketika orang keluar wilayah Indonesia. Berdasarkan pemahaman umum, kedua waktu tersebut secara berurutan dapat disebut dengan kedatangan dan keberangkatan. Dari sudut pandang orang yang masuk dan keluar wilayah Indonesia, proses kedatangan dan keberangkatan ini merupakan satu tahapan proses melintasi wilayah perbatasan. Sementara dari sudut pandang instansi imigrasi, 2 waktu ini merupakan 2 kegiatan yang berbeda di waktu yang mungkin sama dan dikerjakan oleh orang (petugas) yang berbeda. Sehingga pelaksanaan  merupakan penjumlahan dari pelaksanaan di kedatangan dan keberangkatan. Modelnya kemudian menjadi:

Dimana:

Sehingga

Untuk menyusun model selanjutnya, pertanyaan yang perlu dijawab adalah, apakah yang dilakukan ketika melakukan pemeriksaan keimigrasian? Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dilakukan pengklasifikasian terhadap subjek yang dilakukan pemeriksaan, karena hal-ihwal subjek yang diperiksa memiliki perbedaan yang signifikan. Klasifikasi yang akan dibangun adalah subjek Warga Negara Indonesia dan Orang Asing[3]. Dua subjek ini dikenal dalam sistem ketatanegaraan Indonesia termasuk di dalam peraturan perundangan yang mengatur tentang Keimigrasian. Untuk mengingatkan kembali bahwa asumsi dalam model ini bahwa mekanisme pengawasan dan sejenisnya tidak menjadi bagian dari pembahasan. Sehingga persyaratan yang dibutuhkan untuk masuk dan keluar wilayah Indonesia adalah kelengkapan dokumen. Sesuai dengan UU Keimigrasian tahun 2011 pasal 8, Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib memiliki Dokumen Perjalanan[4] yang sah dan masih berlaku. Bagi WNI, dokumen yang diperlukan adalah Dokumen Perjalanan Republik Indonesia (DPRI). Sementara bagi Orang Asing adalah Dokumen Keimigrasian[5] bagi Orang Asing. Kedua istilah terakhir akan dijelaskan secara bertahap.

DPRI adalah dokumen perjalanan yang diterbitkan oleh pemerintah Indonesia bagi warga negaranya sebagai persyaratan untuk masuk dan keluar wilayah Indonesia[6]. Ada beberapa persyaratan lainnya yang diperlukan untuk melintas batas negara selain DPRI, diantaranya tiket transportasi dari perusahaan transportasi, dan visa yang dikeluarkan oleh perwakilan negara tujuan. Namun demikian, persyaratan tersebut sifatnya dukungan karena kedua persyaratan tersebut tidak akan bermanfaat apabila seorang WNI tidak memiliki DPRI. Selain itu, dokumen pendukung dimaksud bukan di dalam batas kewenangan Imigrasi Indonesia. Sehingga model ini membatasi bahwa proses pemeriksaan keimigrasian yang dilakukan di TPI bagi WNI adalah pemeriksaan DPRI. Logic model nya bagi WNI dari sudut pandang bukan-petugas adalah: memiliki DPRI kemudian melakukan perlintasan batas negara. Sementara dari sudut pandang petugas Imigrasi adalah: penerbitan DPRI selanjutnya pemeriksaan keimigrasian. Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, model fungsi keimigrasian menjadi:

 

Dimana:

Dalam sudut pandang lain definisinya dapat menjadi:

Atau dengan kata lain setiap perlintasan batas negara yang tidak melalui pemeriksaan keimigrasian merupakan aktivitas yang salah. Selanjutnya, kepemilikan DPRI yang bukan merupakan penerbitan dari Imigrasi merupakan dokumen yang tidak sah.

Jumlah penerbitan DPRI dalam satu periode tidak harus sama dengan jumlah pemeriksaan keimigrasian. Karena ada warga negara yang melintasi batas negara melebihi jumlah dokumen yang dimilikinya dalam satu periode. Atau bahkan ada warga negara yang memiliki DPRI tetapi tidak pernah melakukan perlintasan batas negara. Sehingga kondisi dari hubungan dua variabel tersebut adalah:

Penerbitan DPRI dapat dibagi berdasarkan situasi penerbitannya menjadi 3 (tiga) kategori: situasi normal, darurat, dan khusus. Tiga situasi tersebut diukur melalui waktu yang dibutuhkan, kelengkapan persyaratan, keadaan perjanjian khusus dengan negara di perbatasan. Kategori yang tersedia dalam UU Keimigrasian adalah paspor[7], Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP)[8] dan Pas Lintas Batas[9]. Tiga produk ini merupakan keluaran dari proses penerbitan DPRI. sehingga

Dimana:

Selanjutnya, sebagai bagian dari hal ihwal lalulintas orang masuk dan keluar wilayah Indonesia adalah proses pemeriksaan keimigrasian terhadap orang asing terkait persyaratan dokumen keimigrasian. Dokumen keimigrasian dalam konteks ini dapat didefinisikan sebagai bentuk persuratan baik elektronik maupun non elektronik yang memberikan pernyataan bahwa orang asing dapat masuk dan tinggal di wilayah Indonesia. Dalam proses bisnis imigrasi di Indonesia dan bahkan mungkin hampir seluruh negara di dunia bahwa dokumen yang dipersyaratkan untuk masuk dan tinggal di satu negara adalah visa dan izin tinggal. Meskipun mungkin beberapa negara mendefinisikan visa dan izin tinggal sebagai satu dokumen yang sama, namun Indonesia menganut paham bahwa dokumen visa[10] dan izin tinggal[11] adalah dua dokumen yang berbeda. Sehingga penerbitan dokumen keimigrasian untuk Orang Asing atau  merupakan akumulasi dari keluaran penerbitan dokumen visa dan dokumen izin tinggal.

Menariknya bahwa berdasarkan definisi, Visa Republik Indonesia merupakan dasar pemberian izin tinggal, sehingga kondisi yang pasti terjadi adalah:


Model tersebut di atas memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai hubungan antar masing-masing variabel nya. Beberapa asumsi perlu dinyatakan sebelum hubungan 3 (tiga) variabel yang ada dapat dijelaskan, yaitu:

1.         Tidak semua paspor yang diterbitkan, digunakan untuk melakukan perlintasan

2.         Semua SPLP digunakan untuk melintasi perbatasan

3.         Semua pas lintas batas digunakan untuk melakukan perjalanan antar batas negara

4.         Meningkatnya volume penerbitan DPRI akan meningkatkan volume pemeriksaan keimigrasian

5.         Tidak semua orang asing memiliki dokumen keimigrasian untuk masuk ke wilayah Indonesia

6.         Orang asing yang memiliki Visa kemungkinan besarnya akan melakukan perjalanan 30 – 60 hari setelah penerbitan visa

7.         Semakin tinggi volume penerbitan izin tinggal atas dasar alih status, maka semakin rendah volume pemeriksaan keimigrasian pada saat keberangkatan

8.         Semakin tinggi volume penerbitan visa, maka volume pemeriksaan keimigrasian di kedatangan akan meningkat

9.         Hasil dari proses pemeriksaan keimigrasian pada saat kedatangan bagi orang asing adalah izin tinggal

10.     Tidak semua orang asing memerlukan visa untuk masuk dan tinggal di wilayah Indonesia

11.     Hubungan volume penerbitan DPRI dengan penerbitan dokumen keimigrasian tidak signifikan

12.     Hubungan volume penerbitan DPRI dengan pemeriksaan keimigrasian positif signifikan

13.     Hubungan volume penerbitan dokumen keimigrasian dengan pemeriksaan keimigrasian signifikan namun tidak dapat ditentukan tanda positif atau negatif. Karena bergantung dengan perbandingan volume penerbitan izin tinggal pada saat kedatangan dengan penerbitan melalui mekanisme alih status.

Asumsi-asumsi tersebut merupakan hipotesis yang dapat diuji kebenarannya dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif.

Berdasarkan rangkaian penjelasan mengenai fungsi Keimigrasian dapat ditarik kesimpulan bahwa bisnis proses utama dari Keimigrasian adalah proses pemeriksaan keimigrasian. Dimana di dalam proses tersebut mencakup pemeriksaan dokumen perlintasan bagi WNI dan Orang Asing yang akan masuk dan keluar wilayah Indonesia. Dokumen perlintasan bagi kedua subjek pemeriksaan dapat dibagi menjadi DPRI dan Dokumen Keimigrasian bagi Orang Asing. Penerbitan kedua jenis dokumen tersebut merupakan bisnis proses selanjutnya dari Keimigrasian yang secara langsung berkontribusi terhadap bisnis proses pemeriksaan keimigrasian. Sebab, keluaran yang dihasilkan dari bisnis proses penerbitan dokumen dimanfaatkan oleh pemeriksaan keimigrasian sebagai faktor input dalam pelaksanaan prosesnya. Sehingga, keimigrasian merupakan fungsi dari proses pemeriksaan keimigrasian, penerbitan DPRI bagi WNI dan penerbitan Dokumen Keimigrasian bagi Orang Asing.

 

Atau dengan kata lain, fungsi dari hal ihwal lalulintas orang masuk dan keluar wilayah indonesia dapat diterjemahkan sebagai bisnis proses dari penerbitan DPRI bagi WNI dan penerbitan Dokumen Keimigrasian bagi Orang Asing berlanjut ke pemeriksaan keimigrasian.

Karena penulis bukan merupakan ahli matematika dan tulisan ini merupakan percobaan, pasti banyak yang perlu diperbaiki. komentar untuk perbaikan sangat diharapkan

[1] Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan laut, bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan keluar Wilayah Indonesia.

[2] Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. (UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pasal 9, ayat 1)

[3] Orang Asing adalah orang yang bukan warga negara Indonesia. (UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pasal 1, butir 9)

[4] Dokumen Perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau organisasi internasional lainnya untuk melakukan perjalanan antarnegara yang memuat identitas pemegangnya. (UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pasal 1, butir 13)

[5] Dokumen Keimigrasian adalah Dokumen Perjalanan Republik Indonesia, dan Izin Tinggal yang dikeluarkan oleh Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri. (UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pasal 1, butir 14)

[6] (UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, pasal 1, butir 15)

[7] Paspor Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Paspor adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada warga negara Indonesia untuk melakukan perjalanan antarnegara yang berlaku selama jangka waktu tertentu. Pasal 1 butir 16

[8] Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk warga negara Indonesia dikeluarkan bagi warga negara Indonesia dalam keadaan tertentu jika Paspor biasa tidak dapat diberikan. Pasal 27 ayat 1

[9] Surat perjalanan lintas batas atau pas lintas batas dapat dikeluarkan bagi warga negara Indonesia yang berdomisili di wilayah perbatasan negara Republik Indonesia dengan negara lain sesuai dengan perjanjian lintas batas. Pasal 29 ayat 1

[10] Visa Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi Orang Asing untuk melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian Izin Tinggal. Pasal 1 butir 18

[11] Izin Tinggal adalah izin yang diberikan kepada Orang Asing oleh Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri untuk berada di Wilayah Indonesia. Pasal 1 butir 21

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama