![]() |
Tahun 1992 merupakan tonggak bersejarah bagi Imigrasi Indonesia. Saya
sengaja mengambil kata-kata bombastis agar dapat menggambarkan nilai
sejarahnya. Karena pada tahun itu Negara Kesatuan Republik Indonesia pertama
kali memiliki Undang-undang Keimigrasian dari semenjak Indonesia merdeka pada
tahun 1945. Peraturan perundangan yang sebelumnya tersebar dan sebagian masih
menggunakan aturan zaman kolonial, dipadukan dalam satu Undang-undang Nomor 9
tahun 1992 tentang Keimigrasian. Salah satu dan yang utama dari Undang-undang
ini berhasil menormakan definisi dari Keimigrasian:
Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang
yang masuk atau ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan
orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia. (Pasal 1 butir 1 UU no 9
Tahun 1992)
Definisi ini merangkum secara sempurna pada masanya mengenai tujuan
utama dari Imigrasi (sebagai instansi) yaitu mengenai lalu lintas orang (at the
border) dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia (Inward
Border). Definisi ini sekaligus menegaskan peran kita menjaga kedaulatan negara
di sepanjang perbatasan yang memungkinkan orang untuk masuk dan keluar wilayah
Indonesia. Tentunya Imigrasi harus bersahabat dengan keadaan, seperti ketersediaan
sarana prasarana, SDM dan anggaran. Keterbatasan-keterbatasan yang ada seakan
menegaskan perlunya Imigrasi berkolaborasi dengan yang memiliki sumber daya untuk
menjaga kedaulatan di laut, darat dan udara. Ditambah lagi, definisi tersebut
menjelaskan bahwa apabila Orang Asing dapat masuk ke dalam wilayah Indonesia,
mereka akan terus di awasi tindak-tanduknya. Artinya, persahabatan yang erat
penting untuk dijalin dengan yang memiliki fungsi keamanan dan ketertiban negara.
Apabila dilihat dari sudut pandang ini, Imigrasi merupakan jembatan penghubung
antara pertahanan negara dan keamanan negara. Tanggung jawab yang besar.
photo: pexels-michael-giugliano
