Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar membuka Workshop on Strategies in Handling Irregular Migrants in Indonesia di hotel Ritz Carlton, Senin, 26 April 2010, yang dihadiri oleh Plt. Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, Ramly Hutabarat; Inspektur Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, yang diwakili oleh Jos Sudiro; Plt. Direktur Jenderal Imigrasi, Muhammad Indra; Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian, R. Muchdor; hadir juga Husen Alydrus yang akan menggantikan Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian; Direktur Intelijen, Pramuningtyas Hadiwidjojo; Direktur Dokumen Perjalanan dan Fasilitas Keimigrasian, Djoni Muhammad; Para Kepala Kantor Wilayah se-Indonesia; Para Kepala Divisi Keimigrasian se-Indonesia; Chef of IOM Indonesia, Dennis Nehlil; Department of Immigration and Citizenship Australia, Jim O’Callaghan; Hironimus Bala.
Dalam sambutannya Menteri Hukum dan HAM menyatakan lokakarya ini untuk menyamakan persepsi, pandangan, sikap dari jajaran Kementerian Hukum dan HAM di seluruh Indonesia dalam penyelesaian masalah Imigran Ilegal di wilayah Indonesia, khususnya yang mengaku sebagai pencari suaka (asylum seeker) dan pengungsi (refugee). Masuknya imigran ilegal ke wilayah Indonesia yang jumlahnya cenderung meningkat, dapat menimbulkan gangguan kehidupan sosial, politik, keamanan dan ketertiban masyarakat. Apalagi kalau keberadaan mereka disusupi oleh kegiatan terorisme internasional, people smuggling dan trafficking in person atau kegiatan kriminal lainnya.
Dalam sambutannya Menteri Hukum dan HAM menyatakan lokakarya ini untuk menyamakan persepsi, pandangan, sikap dari jajaran Kementerian Hukum dan HAM di seluruh Indonesia dalam penyelesaian masalah Imigran Ilegal di wilayah Indonesia, khususnya yang mengaku sebagai pencari suaka (asylum seeker) dan pengungsi (refugee). Masuknya imigran ilegal ke wilayah Indonesia yang jumlahnya cenderung meningkat, dapat menimbulkan gangguan kehidupan sosial, politik, keamanan dan ketertiban masyarakat. Apalagi kalau keberadaan mereka disusupi oleh kegiatan terorisme internasional, people smuggling dan trafficking in person atau kegiatan kriminal lainnya.
Untuk mencegah terjadinya hal negatif tersebut, maka penanganan imigran ilegal ini harus dilakukan dengan baik, dengan mengutamakan pengamanan (maximum security) dan penegakan kedaulatan Negara. Cara penanganan tersebut tentu berdasarkan aturan hukum baik nasional maupun internasional.
Kementerian Luar Negeri RI adalah leading sector dalam menangani kebijakan bagi orang asing yang menyatakan diri sebagai pencari suaka dan pengungsi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Secara teknis di lapangan, Jajaran Imigrasi adalah ujung tombak dalam penegakan hukum Keimigrasian terhadap semua orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia secara tidak syah tanpa membedakan status apakah pencari suaka, pengungsi atau tidak. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Secara internasional, penanganan pengungsi diatur dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Namun sampai dengan saat ini Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tersebut belum kita ratifikasi, dan Peraturan Presiden tentang pengungsi dari luar negeri sebagai pelaksanaan UU No 39 Tahun 1999 belum ditetapkan.
Aturan yang diterapkan kepada mereka adalah Undang-undang Keimigrasian, yang mengkatogorikan mereka sebagai orang asing pelanggar hukum keimigrasian yang tidak diinginkan keberadaannya di Indonesia, sehingga harus ditolak untuk masuk ke Indonesia dan bagi mereka yang sudah terlanjur berada di Indonesia segera dikeluarkan dari wilayah Indonesia.
Penerapan hukum untuk menolak dan mengeluarkan imigran ilegal, tentu harus mempertimbangkan Hak Asasi Manusia, seperti apa yang diatur dalam Undang Undang Dasar 1945 dan hukum internasional yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia.
Penolakan untuk masuk ke Indonesia dilakukan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) dengan mengembalikan mereka ke Bandara keberangkatan terakhir sebelum masuk ke Indonesia.
Bagi mereka yang sudah terlanjur berada di wilayah Indonesia, dideportasi ke Negara asalnya apabila mau kembali secara sukarela atau ke negara ketiga melalui proses yang melibatkan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
Selama menunggu proses deportasi, mereka ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi atau tempat lain yang ditentukan Imigrasi.
Saat ini sebagian dari para imigran ilegal ditempatkan di 13 Rumah Detensi Imigrasi dan sebagian di penampungan diluar Rumah Detensi Imigrasi yang difasilitasi oleh UNHCR dan International Organization for Migration (IOM) yang di tetapkan dan disupervisi oleh Imigrasi.
Minimnya sarana prasarana, sumber daya manusia, dan anggaran adalah tantangan bagi jajaran Imigrasi dalam melakukan strategi penanganan Imigran Ilegal di wilayah Indonesia. Optimalisasi penaganan imigran ilegal perlu dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi melalui peningkatan koordinasi, baik dalam lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, maupun antar instansi terkait serta lembaga resmi yang menangani pengungsi seperti UNHCR dan IOM.
Kepala Kantor Wilayah adalah merupakan pelaksana tugas pokok dan fungsi Kementerian Hukum dan HAM di wilayah kerjanya. Kakanwil diminta agar memperhatikan pengkoordinasian penanganan imigran ilegal di wilayah kerjanya, baik pada internal Kementerian Hukum dan HAM maupun dengan instansi, lembaga dan pihak terkait.
Lokakarya ini, merupakan wujud konkrit dari upaya peningkatan koordinasi didalam Kementerian Hukum dan HAM dan IOM.
Patrialis berharap, dari hasil lokakarya ini dapat dirumuskan kebijakan strategi penanggulangan imigran ilegal di Indonesia.
Workshop ini merupakan kerjasama antara Organisasi Internasional IOM; Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM dan MABES POLRI.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus