Ekosistem Keimigrasian

 

Keimigrasian merupakan sebuah sistem yang kompleks yang memiliki unsur-unsur yang terkoneksi, berinteraksi dan tergantung antar satu dengan yang lainnya. Unsur-unsurnya dapat berupa organisasi pemerintahan ataupun non-pemerintah, tugas-tugas serta fungsi. Sebagian orang memahami secara rinci tentang satu atau dua tugas Keimigrasian. Namun, sedikit yang diketahui tentang interaksi elemen-elemen dan tugas tugas keimigrasian sebagai sebuah ekosistem yang menyeluruh.

 Photo by <a href="https://unsplash.com/@marcobian?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Marco Bianchetti</a> on <a href="https://unsplash.com/photos/cAuV981ygCg?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Unsplash</a>   
 
 

Imigrasi merupakan instansi pertama dan terakhir yang menyaring kedatangan dan keberangkatan orang masuk dan keluar wilayah Indonesia (Ilmar, et. al., 2017), sebagai penjaga pintu gerbang negara. Namun, banyak orang yang memahami bahwa Imigrasi adalah instansi penerbitan paspor, dan bahkan mereka yang mengerti, ketika berbicara mengenai hal-hal yang dapat meningkatkan kinerja dan profesionalitas Imigrasi, cenderung mengarah kepada peningkatan pelayanan pemberian paspor. Bukannya itu salah, tetapi tugas imigrasi merupakan rangkaian kegiatan yang membentuk suatu sistem dalam mengatur lalulintas orang masuk dan keluar wilayah Indonesia. Tugas tersebut tercermin dalam definisi Keimigrasian Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2011. Selain itu, logisnya ketika membicarakan penjaga pintu gerbang negara, fokus pembicaraan seharusnya pada pintu gerbang negaranya beserta aktivitas-aktivitasnya. Sedangkan hal lainnya merupakan faktor pendukung dari tercapainya peningkatan kinerja dan profesionalitas dalam menjaga pintu gerbang negara.

Disadari atau tidak, pemahaman tersebut sepertinya berlaku juga bagi petugas imigrasi. Fokus utamanya pada saat ini cenderung lebih ke arah peningkatan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan, khususnya penerbitan paspor. Imigrasi berpikir, bertindak dan mencurahkan hampir seluruh energi untuk memberikan pelayanan yang maksimal dalam proses penerbitan paspor. Hampir seakan akan tidak ada lagi tugas dan fungsi lainnya yang memerlukan perhatian. It seems like we are dancing on someone else rythim. Perlu bukti? WBK dan WBBM bisa dijadikan pelajaran bagaimana segala sumber daya yang dimiliki dikerahkan untuk pencapaian predikat luar biasa itu.

baca juga: Pemetaan Terhadap Bisnis Imigrasi

Tidak ada yang salah dengan usaha meningkatkan pelayanan penerbitan paspor. Tapi perlu bertanya kepada diri sendiri, apakah ini tujuan utama dibentuknya institusi imigrasi yang dahulu kala pernah dengan gagah dan berwibawa menyebut dirinya sebagai penjaga pintu gerbang negara? Imigrasi perlu merubah cara pandangnya terhadap tugas-tugas Imigrasi sebagai satu sistem yang menyeluruh/utuh.

Peningkatan pelayanan publik sejatinya sebuah keharusan tidak ada yang istimewa dari hal itu. Semua institusi yang memberikan pelayanan publik berusaha untuk meningkatkan kepuasan konsumen melalui peningkatan pelayanan baik melalui sarana prasarana ataupun inovasi-inovasi yang brilian. Tapi perlu dipahami bahwa setiap peningkatan ada batasan, dan tingkat kepuasan memiliki titik jenuh. Bahkan dalam teori ekonomi ada yang namanya The Law of Dimisihing Return. Peningkatan kepuasan orang terhadap sesuatu akan menurun seiring waktu. Contohnya begini: uang 1 milyar yang kita keluarkan 5 tahun lalu untuk meningkatkan kepuasan konsumen akan berbeda dampaknya dengan uang 1 milyar yang dikeluarkan tahun ini. Akibatnya apa? Semua berlomba-lomba menambah dana 1 milyar tadi menjadi 2, lalu 3, kemudian 4 dan seterusnya. Sebuah perjalanan yang tak berujung. An endless journey to reach what? Jangan-jangan publik sudah bicara cukup. Jangan-jangan tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan penerbitan paspor sudah sangat tinggi. Enough is enough.

Bahkan orang yang sangat menyukai tempe akan sampai pada titik penolakan ketika disuguhkan tempe setiap hari, dan itu hanya masalah waktu. Waktu itulah yang harus sama-sama mengingatkan. Ketika telah sampai dipersimpangan, perlu memutuskan untuk meneruskan perjalanan, berbelok atau bahkan mungkin berbalik arah. Tapi jangan keliru memahami argumentasinya. Bukan Imigrasi tidak memerlukan pelayanan publik yang berkualitas, tapi mungkin ini saatnya maintenance bukan lagi improvement. Sehingga Imigrasi bisa melangkah maju lagi dan fokus terhadap hal unik yang dimiliki sebagai tugas utama bagi Imigrasi di Indonesia.

Photo by <a href="https://unsplash.com/@katiemoum?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Katie Moum</a> on <a href="https://unsplash.com/photos/7XGtYefMXiQ?utm_source=unsplash&utm_medium=referral&utm_content=creditCopyText">Unsplash</a>
 
 

Sejatinya, koridor dari kebijakan Imigrasi itu bertujuan untuk mengamankan kepentingan negara dan memberikan perlindungan terhadap warga negara (Ilmar, et. al., 2017). Rumusan tujuan ini dapat kita lihat pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945 “…melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”. Rumusan ini diterjemahkan dalam setiap kebijakan Imigrasi Indonesia sebagai aspek security dan prosperity. Tingkat pencapaian tertinggi yang dapat dicapai adalah ketika berhasil memberikan izin masuk dan tinggal hanya bagi Orang Asing yang bermanfaat bagi Negara serta melindungi Warga Negara. Bentuk perlindungan yang memiliki hubungan erat dengan tugas Keimigrasian adalah perlindungan terhadap kejahatan internasional dan transnasional.

Sementara tugas istimewa yang membedakan Imigrasi (sebagai institusi) dengan institusi pelayanan publik lainnya adalah mengatur lalulintas orang keluar dan masuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada organisasi pemerintahan lainnya di Indonesia yang memiliki tugas yang sangat hebat ini. Hanya Imigrasi. Semua sumber daya yang dimiliki, dengan segala keterbatasannya seharusnya dicurahkan untuk terwujudnya pengaturan lalulintas yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

baca juga: Politik Keimigrasian Indonesia

Pengaturan lalulintas merupakan suatu rangkaian proses pemberian dokumen, perizinan dan penolakan untuk masuk dan keluar wilayah Indonesia bagi Orang Asing dan WNI. Rangkaian proses ini disusun atau tersusun sehingga membentuk suatu sistem. Hipotesanya adalah Pemeriksaan di Lintas Batas Negara merupakan titik sentral atau key role dalam sistem ini karena semua Orang dan dokumen diperiksa untuk kemudian diizinkan atau tidak diizinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia.

Setiap kebijakan yang dilakukan baik dari sisi peraturan, teknologi, SDM, sarana-prasarana, dan anggaran untuk meningkatkan kualitas pelayanan keimigrasian terhadap WNI (penerbitan dokumen perjalanan) serta Orang Asing (visa dan izin tinggal) semata mata dalam rangka peningkatan kualitas pemeriksaan di Lintas Batas Negara. Artinya, peningkatan pelayanan penerbitan dokumen perjalanan seperti paspor merupakan tujuan antara dan tidak menjadi peran kunci.

Untuk memastikan kepatuhan terhadap sistem pengaturan lalulintas Orang sehingga tingkat pencapaian tertinggi dapat terwujud diperlukan pengawasan dan penegakan hukumnya. Sistem pengawasan ini melekat terhadap seluruh rangkaian aktivitas dalam sistem pengaturan lalulintas orang. Fakta ini tergambar dengan jelas dalam definisi Keimigrasian Undang-undang nomor 6 tahun 2011 “Keimigrasian adalah hal ihwal lalulintas orang masuk dan keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga kedaulatan negara”. Apabila ada orang yang masuk dan keluar wilayah Indonesia tidak patuh terhadap sistem pengaturan yang ditetapkan, lakukan penegakan hukum. 3 (tiga) sistem ini - pengaturan lalulintas orang, pengawasan, dan penegakan hukum keimigrasian - merupakan gambaran besar dari ekosistem bisnis keimigrasian.

bussines ecosystem atau ekosistem bisnis pertama kali diperkenalkan oleh J.R Moore pada tahun 1993 untuk mendeskripsikan cara kerja komunitas ekonomi. Dengan beberapa penyesuaian, penyusunan ekosistem Keimigrasian akan memudahkan instansi keystone untuk menyusun arsitektur organisasinya, kesistemannya, serta data dan informasi kinerjanya. keystone adalah aktor yang mengokestrasi aktivitas yang ada didalam ekosistem. Dalam ekosistem Kemigrasian, instansi Imigrasi adalah instansi keystone?

Perubahan cara pandang terhadap keimigrasian sebagai satu bussines ecosystem (ekosistem bisnis) ini diperlukan agar Imigrasi (keystone) dapat menentukan key role atau peran kunci dari pelaksanaan tugas Imigrasi. Penentuan key role akan memberikan fokus yang tepat. Fokusnya terhadap perlintasan WNI atau Orang Asing? Penerbitan paspor, Visa atau Izin Tinggal? Di Lintas Batas Negara, di luar wilayah Indonesia atau di dalam wilayah Indonesia? Atau jangan-jangan kekurangan fokus? Fokus itu penting agar dapat memusatkan perhatian, sehingga dapat menentukan target dan tujuan. Target dan tujuan itu harus ditentukan agar bisa diketahui sampai dimana perjalanan saat ini. Tanpa target dan tujuan kita akan tersesat dan bahkan tidak mengetahui seberapa dekatnya dengan tujuan. Bagaimana bisa sampai ke tujuan apabila tidak memiliki tujuan?

Menentukan fokus bukan berarti mengesampingkan yang lain, tetapi lebih mengarah ke besarnya pembobotan dari suatu tujuan. Jangan jadikan fokus ini sebagai alasan untuk memutilasi ekosistem keimigrasian yang utuh, sebab sifat dari ekosistem ini kolaboratif bukan kompetitif. Memberikan perhatian yang lebih terhadap sesuatu yang vital terhadap tubuh kita bukan berarti melupakan bagian tubuh lainnya. Apabila ditetapkan bahwa pengaturan Lintas Batas Negara merupakan fokus utama Imigrasi (sebagai institusi) maka semua kebijakan disusun dalam rangka terwujudnya pengaturan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Perubahan cara pandang penting untuk dilakukan saat ini karena pada tahun 2025 Indonesia akan menghadapi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) baru. RPJPN adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun.[1] Bagaimana Imigrasi akan diposisikan terlihat dalam RPJPN ini. Apakah Imigrasi yang akan memposisikannya sendiri atau orang lain yang akan memposisikannya . Semua langkah-langkah strategis kita selama 20 tahun terikat dengan rencana nasional ini. Mungkin sudah bisa berandai-andai, 20 tahun kedepan semuanya berharap akan seperti apa dan menjadi apa. Pensiun? Ini bukan berbicara tentang diri pribadi. Karena pensiun itu alami. Ini berdiskusi mengenai Instansi Imigrasi. Legacy yang bisa diberikan akan di tentukan saat ini. Tidak bisa berdiam diri sambil berharap semua akan menjadi lebih jelas dengan sendirinya. Keputusan harus diambil dan diambil saat ini. 

 Tahun 2025 bukanlah waktu yang panjang. Sebab proses perencanaan ini akan dimulai 3 tahun sebelum pelaksanaannya. Artinya pada tahun 2022 akan dimulai diskusinya. Layaknya perencanaan, hasilnya tidak akan langsung seketika selesai. Bukan seperti membalikan telapak tangan. Dia seperti melakukan pendekatan ke calon pasangan, tambatan hati, belahan jiwa. Prosesnya berbelit-belit dan rumit. Mencoba pendekatan dari yang satu ke yang lainnya akan sering dilakukan sampai hati itu terpikat. Tetapi mudah-mudahan umurnya tidak seperti RPJPN, 20 tahun. Baiklah kita kembali lagi. Metode-metode, perdebatan, pendekatan, diskusi, pertemuan, konsepsi dan bentuk-bentuk sejenisnya akan terus dilakukan sampai menemukan bentuk dan arah yang terbaik. Fokuskan terhadap hal-hal yang besar kemudian secara bertahap melakukan penyempurnaan.



[1] RPJPN ini diterjemahkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) untuk periode 5 (lima) tahun dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) periode 1 (satu) tahun. RPJMN merupakan pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra), sementara RKP untuk penyusunan Rencana Kerja (Renja) dan Rencana Kerja Anggaran (RKA) Kementerian/Lembaga.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama